LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA A1 LARUTAN PENYANGGA
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR A1LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)
Prinsip percobaan pada praktikum ini yaitu larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan pH saat penambahan asam, basa, ataupun pengenceran. Pada praktikum ini kami menambahkan NaOH sebagai basa dan HCl sebagai asam. Kami juga mengamati pH sebelum dan sesudah penambahan NaOH atau HCl.
Prinsip percobaan pada praktikum ini yaitu larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan pH saat penambahan asam, basa, ataupun pengenceran. Pada praktikum ini kami menambahkan NaOH sebagai basa dan HCl sebagai asam. Kami juga mengamati pH sebelum dan sesudah penambahan NaOH atau HCl.
1.2. Tujuan Percobaan
1.2. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa mampu membedakan larutan penyangga dan bukan penyangga.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip kerja larutan penyangga (buffer) dalam mempertahankan nilai pH. 1. Mahasiswa mampu membedakan larutan penyangga dan bukan penyangga.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan perubahan rasio komponen larutan buffer terhadap perubahan pH.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan perubahan rasio komponen larutan buffer terhadap perubahan pH.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Larutan
penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan pH
tertentu terhadap usaha mengubah pH seperti penambahan asam, basa, atau
pengenceran. Dengan kata lain, pH larutan penyangga tidak akan berubah walaupun
pada larutan tersebut ditambahkan sedikit asam kuat, basa kuat, atau jika
larutan tersebut diencerkan. Larutan buffer mengandung zat terlarut yang
bersifat penyangga. Penyangga memiliki komponen asam basa mengatasi penurunan
pH. Asam basa ini merupakan pasangan konjugasi dalam berbagai aktivitas yang
melibatkan reaksi-reaksi dalam larutan, seringkali diperlukan pH yang harganya
tetap. Perubahan pH suatu sistem seringkali memberikan dampak yang tidak diinginkan,
Namun larutan penyangga dapat mempertahankan pH sistem terhadap gangguan yang
dapat mengubah pH (Girindra, 1993).
Kapasitas buffer dipengaruhi oleh konsentrasi asam dan basa konjugatnya atau basa dan asam konjugatnya. Makin pekat konsentrasinya maka semakin baik kapasitas buffernya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat larutan buffer adalah memilih system buffer yang memiliki pKa atau pKb sedekat mungkin dengan pH larutan buffer yang diinginkan. Sedangkan konsentrasi asam-basa konjugat atau basa-asam konjugat yang digunakan tergantung ketahanan yang dikehendaki terhadap perubahan pH. Larutan buffer yang baik adalah bila ditambahkan sedikit asam atau basa pH-nya relative stabil (Petrucci, 1985).
Menurut Nurhasni, Yusraini DIS (2022). Larutan penyangga atau buffer adalah campuran asam lemah dengan garamnya atau mempertahankan pH suatu larutan, walaupun ditambahkan sedikit asam atau basa. Jika ditinjau satu campuran asam lemah (CH3COOH) dengan garamnya (CH3COONa).
CH3COONa → CH3COO- + Na+ ............................... (1)
CH3COOH → CH3COO- + H+ ................................... (2)
Karena adanya ion asetat (CH3COO-) dalam jumlah banyak yang berasal dari disosiasi CH3COONa.
Kesetimbangan reaksi (2) akan bergeser ke ruas kiri, ke arah pembentukan CH3COOH. Larutan ini mempunyai pH tertentu yang akan bertahan baik sekali, larutan ini disebut larutan penyangga.
[H+] = Ka Ca/Cg
Maka:
pH = pKa - log Ca/Cg
= pKa + log Cg/Ca
Dimana:
Ka = tetapan kesetimbangan asam
Ca = konsentrasi asam dalam molaritas (M)
Cg = konsentrasi garam dalam molaritas (M)
Jika larutan di atas ditambahkan asam kuat (ion hidrogen) konsentrasi ion hidrogen tidak berubah maka akan bergabung dengan ion asetat yang tak berdisosiasi bertambah.
CH3COO- + H+ → CH3COOH
Jika larutan ditambah basa kuat (ion hidrosil) maka akan bereaksi dengan asam asetat, sedangkan konsentrasi ion hidrogen dengan hidroksil tidak berubah banyak.
CH3COOH + OH- → CH3COO- + H2O
Demikian pula halnya dengan penambahan basa lemah (NH4OH) dan garamnya (NH4Cl) menunjukkan yang sama dengan di atas, yang mana:
NH4OH + OH- → NH4 + OH-
[OH-] = Kb Cb/Cg
Maka :
pOH = pKb - log Cg/Cb
atau :
pH = 14 - (pKb + log Cg/Cb)
BAB III
METODE PERCOBAAN
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah 4 buah erlenmeyer ukuran 100 mL, 4 buah gelas piala ukuran 100 mL, 1 buah pipet ukur ukuran 10 ml, 6 buah pipet tetes, 1 buah pH meter, 1 buah gelas ukur ukuran 50 mL, 1 buah botol semprot, 1 buah spatula, dan 1 buah cawan arloji.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah HCl 0,1 N, CH3COOH 0,1 N, CH3COONa 0,2 N, NaOH 0,1 N, NH4OH 0,8 N, NH4CL kristal, NH3, Indikator fenolftalein, Indikator metil merah, dan aquades.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
b. Membuat Larutan Penyangga
4.2. Pembahasan
Pada percobaan pertama yaitu membedakan larutan penyangga dan bukan penyangga. Pada percobaan ini terdapat 6 buah erlenmeyer, dimana erlenmeyer 1 dan 2 berisi aquadest, erlenmeyer 3 dan 4 berisi ½ larutan dari erlenmeyer 1, CH3COONa, dan CH3COOH, erlenmeyer 5 dan 6 berisi ½ larutan dari erlenmeyer 2, CH3COONa, dan CH3COOH.
A. 2 Erlenmeyer berisi aquades
Pada erlenmeyer 1, aquades ditambahkan dengan indikator metil merah sebanyak 2 tetes, tidak terjadi perubahan warna atau bisa dikatakan tetap bening, namun seharusnya saat aquades ditambahkan metil merah akan menunjukkan warna merah karena trayek pH metil merah yaitu 4,4-6,2. Sedangkan pH aquades yaitu 7 ( >6,2 ). Hal ini dapat disebabkan karena trayek pH metil merah terlalu sempit sehingga tidak terjadi perubahan warna yang signifikan, dimana pH metil merah 4,4-6,2 mendekati pH aquades yaitu 7. Namun ketika ditambahkan 1 tetes HCl larutan pun berubah warna menjadi merah muda, hal tersebut menunjukkan bahwa larutan tersebut dalam suasana asam. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa larutan ini bukan larutan penyangga, karena tidak ada campuran asam dan garamnya (basa konjugat). Hal ini juga dibuktikan larutan sangat mudah berubah warna hanya dengan 1 tetes HCl, dengan kata lain tidak bisa mempertahankan pHnya.
Pada Erlenmeyer 2, aquades ditambahkan dengan indikator fenolftalein tidak terjadi perubahan warna atau bening. Hal ini disebabkan karena fenolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10,0. Maka, pada saat aquades yang memiliki pH 7 dimana pH tersebut < dari pH fenolftalein, indikator pp tidak akan menunjukkan perubahan warna. Hal ini dapat dikatakan bahwa larutan tersebut dalam suasana asam. Kemudian saat ditambahkan 1 tetes NaOH, larutan tersebut mengalami perubahan warna menjadi ungu muda. Hal ini merupakan akibat dari perubahan suasana asam menjadi suasana basa. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa larutan tersebut bukan larutan penyangga karena tidak dapat mempertahankan pH.
B. Erlenmeyer 3 dan 4
Pada percobaan erlenmeyer 3 dan 4 ini digunakan larutan dari erlenmeyer 1 yang ditambahkan 1 mL CH3COONa dan 1 mL CH3COOH, kemudian larutan tersebut dibagi menjadi 2 dimana larutan pada erlenmeyer 3 akan ditambahkan indikator mm dan HCL 0,1 N serta larutan pada erlenmeyer 4 ditambahkan indikator pp dan NaOH 0,1 N. Sebelum ditambahkan HCl maupun NaOH diukur terlebih dahulu pHnya, diketahui yaitu sebesar 5.
Pada erlenmeyer 3, Ketika ditetesi indikator metil merah dan ditetesi HCl 0,1 N tetes demi tetes, larutan mengalami perubahan warna menjadi merah keunguan dengan jumlah 31 tetes HCl. Perubahan warna ini dikarenakan indikator metil merah akan mengeluarkan warna kemerah-merahan jika dalam suasana asam, dengan kata lain larutan sudah tidak bisa mempertahankan nilai pHnya. Dimana diketahui pula bahwa larutan ini merupakan larutan penyangga asam. Kemudian ketika ditambahkan sedikit asam, perubahan warna yang dihasilkan tidak terlalu signifikan. Perubahan warna yang tak signifikan ini membuat larutan ini merupakan larutan penyangga.
Pada erlenmeyer 4, ditetesi indikator pp dengan kemudian ditambahkan NaOH mengalami perubahan warna menjadi kuning, penambahan NaOH yang diberikan sebesar 7 tetes. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana seharusnya pada saat ditetesi NaOH akan menjadi warna pink. Hal ini dapat disebabkan karena Human Error atau pengotor yang ada dilingkungannya. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa larutan ini, bukan larutan penyangga.
C. Erlenmeyer 5 dan 6
Pada percobaan erlenmeyer 5 dan 6 ini digunakan larutan dari erlenmeyer 2 yang ditambahkan 1 mL CH3COONa dan 1 mL CH3COOH, kemudian larutan tersebut dibagi menjadi 2 dimana larutan pada erlenmeyer 5 akan ditambahkan indikator mm dan HCL 0,1 N serta larutan pada erlenmeyer 6 akan ditambahkan indikator pp dan NaOH 0,1 N. Sebelum ditambahkan HCl maupun NaOH diukur terlebih dahulu pHnya, diketahui yaitu sebesar 5.
Pada erlenmeyer 5 ditambahkan indikator mm dan ditambahkan HCl 0,1 N tetes demi tetes sampai mengalami perubahan warna menjadi merah keunguan, dan volume HCl yang digunakan sebanyak 21 tetes. Hal ini dapat dikatakan bahwa larutan ini merupakan larutan penyangga karena perubahan warna yang dihasilkan tidak signifikan, dan pH sebelum dan sesudahnya tidak mengalami perubahan yang signifikan yaitu sebelum penambahan sebesar 5 dan sesudah ditambah HCl pHnya menjadi 4.
Pada erlenmeyer 6 ditambahkan indikator pp dan ditambahkan NaOH 0,1 N tetes demi tetes sampai mengalami perubahan warna menjadi ungu agak bening, dan volume yang digunakan sebanyak 9 tetes. Hal ini dapat katakan bahwa larutan ini merupakan bukan larutan penyangga karena perubahan warna yang dihasilkan cukup signifikan, dan pH sebelum dan sesudahnya juga mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu sebelum penambahan sebesar 5 dan sesudah ditambah HCl pHnya menjadi 7.
Pada percobaan kedua yaitu pembuatan larutan penyangga, baik larutan penyangga basa lemah dengan garamnya maupun asam lemah dengan garamnya.
A. Larutan Penyangga Basa Lemah dengan Garamnya
Larutan penyangga basa merupakan larutan penyangga yang terdiri dari basa lemah dan asam konjugasinya. Larutan ini berfungsi untuk mempertahankan pH pada kondisi basa (pH>7). Larutan penyangga basa akan mempertahankan pH nya tetap di atas tujuh jika ditambahkan asam maupun basa lain. Dan yang akan bertindak sebagai basa lemah pada praktikum kali ini adalah amonia dan yang bertindak sebagai garamnya adalah NH4Cl.
Dari data pada tabel di atas, didapat nilai pH sebelum penambahan NaOH maupun sesudah penambahan NaOH. Mula-mula saat diukur menggunakan indikator universal yaitu sebesar 10 dan setelah ditambahkannya NaOH, nilai pH tidak mengalami perubahan yaitu sebesar 10. Sedangkan saat diukur kembali menggunakan pH meter, yang dimana nilai pH yang ditampilkan memiliki tingkat ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan indikator lain, dan didapat nilai pHnya yaitu sebesar 10,39.
Berdasarkan hasil pengukuran dan hasil perhitungan, nilai pH yang didapatkan cukup menunjukan perbedaan yang signifikan yaitu sebesar 0,39. Dimana untuk hasil pengukuran didapatkan sebesar 10 dan 10,39 sedangkan menurut perhitungan teoritisnya didapatkan nilai pHnya sebesar 10.
Dari data diatas Amonia + NH4Cl merupakan larutan penyangga, larutan penyangga ini merupakan larutan penyangga basa karena memiliki pH>7. Pada saat penambahan NaOH, NaOH bereaksi dengan NH4Cl sehingga jumlah NH3 bertambah dan jumlah NH4Cl berkurang.
Dengan hasil reaksi :
B. Larutan Penyangga Asam Lemah dan Garamnya
Larutan penyangga asam adalah buffer yang memiliki pH kurang dari tujuh atau memiliki suasana asam, hal ini berkebalikan dengan larutan penyangga basa. Larutan penyangga asam terbentuk dari asam lemah dan garam yang terbentuk dari basa konjugasinya. Larutan penyangga asam akan mempertahankan pH-nya tetap di bawah tujuh jika ditambahkan asam maupun basa.
Pada larutan ini yang berperan sebagai asam lemah yaitu CH3COOH. Sementara yang berperan sebagai garamnya yaitu CH3COONa yang merupakan basa konjugat dari asam asetat. Sehingga apabila kedua larutan ini dicampurkan akan terbentuk larutan penyangga asam lemah dan garamnya.
Pada pembuatan larutan penyangga asam, terdapat 4 jenis larutan penyangga asam lemah dan garamnya yang akan dihasilkan. Kemudian masing-masing larutan ditetesi HCl dengan jumlah 5 tetes dan didapat perbandingan pH nya sebagai berikut:
Pada Erlenmeyer A, berisi larutan CH3COOH dengan konsentrasi 0,1 N dengan jumlah 10 mL dan CH3COONa dengan jumlah 15 mL dengan konsentrasi 0,1 N, dimana ketika di ukur nilai pH awal sebelum ditetesi larutan HCl yaitu sebesar 5, sedangkan setelah ditetesi HCl nilai pH nya menjadi 5,05. Perbedaan yang terjadi tidak terlalu signifikan dan perbedaan antara hasil pengukuran dengan teoritisnya tidak berbeda jauh yaitu 5,05 dan 4,94.
Pada Erlenmeyer B, berisi larutan CH3COOH dengan konsentrasi 0,1 N sebanyak 5 mL dan CH3COONa dengan konsentrasi 0,2 N sebanyak 10 mL, ketika diukur nilai pHnya sebelum ditetesi HCl yaitu sebesar 5, sedangkan setelah ditetesi HCl nilai pHnya menjadi 5,39. Perbedaan yang terjadi tidak terlalu signifikan dan perbedaan antara hasil pengukuran dengan teoritisnya tidak berbeda jauh yaitu 5,39 dan 5,37.
Pada erlenmeyer C, berisi larutan CH3COOH 0,1 N sebanyak 5 mL dan CH3COONa 0,1 N dengan jumlah yang sama yaitu 5 mL, dimana sebelum ditetesi larutan HCl pH yang didapat sebesar 5, sedangkan setelah ditetesi HCl nilai pH berubah menjadi 5,18. Pada perbandingan pH sebelum dan sesudah penambahan HCl tidak terjadi perubahan yang signifikan dan namun terjadi perubahan pH yang signifikan antara pH pengukuran dengan pH teoritisnya yaitu sebesar 0,41. Dimana pH pengukurannya sebesar 5,18 sedangkan pH teoritisnya 4,77. Perbedaan ini dapat disebabkan karena beberapa faktor salah satunya adanya interpretasi dari zat-zat lain kedalam zat yang kita ukur pH nya atau dapat disebabkan kurangnya ketelitian pada saat pengujian.
Pada erlenmeyer D, berisi CH3COOH 0,1 N sebanyak 12,5 mL dan CH3COONa 0,2 N sebanyak 2,5 mL, dimana sebelum ditetesi larutan HCl nilai pH yang didapat sebesar 4, sedangkan setelah ditetesi HCl nilai pHnya menjadi 4,51. Pada Erlenmeyer D tidak terjadi perubahan yang signifikan antara nilai pH sebelum dan sesudah penambahan HCl. Dan tidak terjadi perubahan yang signifikan pula antara pH pengukuran dan pH teoritis dengan masing-masing nilainya adalah 4,51 dan 4,37.
BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Larutan penyangga (buffer) adalah larutan yang dapat mempertahanan pH nya dalam larutan (saat ditambahkan asam maupun basa konjugatnya). Jika tidak dapat mempertahankan pH, maka larutan tersebut bukan larutan penyangga (buffer).
2. Larutan penyangga dibentuk melalui reaksi antara asam lemah dengan basa konjugasinya atau basa lemah dengan asam konjugasinya.
3. Kapasitas buffer juga dipengaruhi oleh konsentrasi relatif kedua komponennya. Penambahan sejumlah asam atau basa, mengakibatkan perubahan rasio konsentrasi yang kecil pada buffer dengan konsentrasi komponen-komponennya sama dibandingkan dengan konsentrasi-konsentrasi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Girindra, A. 1993. Biokimia 1. Jakarta: Gramedia
K3 LMC. 2022. Majalah MSDS (Material Safety
Data Sheets).
Nurhasni, Yusraini. 2022. Pedoman Praktikum Kimia Dasar 1. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Petrucci, Ralph H. 1985. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern (Edisi Keempat Jilid 2). Jakarta: Erlangga.
LAPORAN SEMENTARA
LAMPIRAN
MSDS (Material Safety Data Sheets)
1.
Asam
klorida (HCl)
Sifat Fisika
dan Kimia
Keadaan Fisik : Cair
Penampilan : jernih, tidak berwarna hingga kuning
pucat
Bau : kuat, menyengat
pH : 0,01
Tekanan Uap : 84 mm Hg @ 20 derajat C
Densitas Uap : 1,27 (udara=1)
Laju Penguapan : > 1,00 (N-butil asetat)
Titik didih : 83 derajat C @ 760 mmHg
Titik Beku/ Leleh : -66 derajat C
Kelarutan : Larut.
Berat Jenis : 1,19 (38%)
Rumus Molekul : HCl.H2O
Berat Molekul : 36,46
Bahaya
Mata: Dapat menyebabkan cedera mata ireversibel.
Uap atau kabut dapat menyebabkan iritasi dan luka bakar yang parah. Kontak
dengan cairan bersifat korosif pada mata dan menyebabkan luka bakar yang parah.
Kulit: Kontak dengan cairan bersifat korosif
dan menyebabkan luka bakar dan ulserasi yang parah. Tingkat keparahan cedera
tergantung pada konsentrasi larutan dan durasi paparan.
Proses menelan: Menyebabkan luka bakar saluran
pencernaan yang parah dengan sakit perut, muntah, dan kemungkinan kematian.
Dapat menyebabkan korosi dan kerusakan jaringan permanen pada kerongkongan dan
saluran pencernaan.
Terhirup: Dapat berakibat fatal jika terhirup.
Dapat menyebabkan iritasi parah pada saluran pernapasan dengan sakit
tenggorokan, batuk, sesak napas dan edema paru yang tertunda. Menyebabkan luka
bakar kimia pada saluran pernapasan. Menyebabkan tindakan korosif pada selaput
lendir.
Kronis: Kontak kulit yang berkepanjangan atau berulang dapat menyebabkan dermatitis. Paparan berulang dapat menyebabkan erosi gigi. Paparan berulang terhadap uap atau kabut HCl konsentrasi rendah dapat menyebabkan pendarahan pada hidung dan gusi. Bronkitis kronis dan gastritis juga telah dilaporkan.
Penanganan
Mata: Jika terjadi kontak, segera basuh mata
dengan banyak air setidaknya selama 15 menit. Dapatkan bantuan medis segera.
Kulit: Jika terjadi kontak, segera basuh kulit
dengan banyak air selama minimal 15 menit sambil melepaskan pakaian dan sepatu
yang terkontaminasi. Dapatkan bantuan medis segera. Cuci pakaian sebelum
digunakan kembali.
Tertelan: Jika tertelan, JANGAN dimuntahkan.
Dapatkan bantuan medis segera. Jika korban sadar penuh, berikan segelas air.
Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadarkan
diri.
Terhirup: bahan RACUN. Jika terhirup, segera dapatkan bantuan medis. Pindahkan korban ke udara segar. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernafas, berikan oksigen.
2.
Asam
asetat (CH3COOH)
Sifat Fisika
dan Kimia
Rumus molekul : CH3COOH
Massa molekul : 60,05 g/bln
Keadaan fisik : Cair
Warna : Tidak berwarna
Bau : Bau menyengat/mengiritasi Bau cuka
pH : 2,4 (0,1 mol/l)
Titik lebur : 17 °C (1013 hPa)
Titik didih : 118 °C (1013 hPa)
Titik nyala : 39 °C (1013 hPa)
Tekanan uap : 20,79 hPa (25 °C)
Kepadatan relatif : 1,04 (25 °C)
Berat jenis / densitas : 1040 kg/m³ (25 °C)
Bahaya
Cairan mudah terbakar Kategori 3 H226 Cairan dan uap mudah terbakar.
Toksisitas akut (penghirupan:uap) Kategori 4 H332 Berbahaya jika terhirup.
Korosi/iritasi kulit Kategori 1B H314 Menyebabkan kulit terbakar parah.
Kerusakan mata Kerusakan mata berat/iritasi mata Kategori 1 H318 Menyebabkan kerusakan
mata berat.
Berbahaya bagi lingkungan akuatik Kategori Bahaya Akut 3 H402 Berbahaya bagi kehidupan akuatik.
Penanganan
setelah kontak
dengan kulit : Segera cuci dengan banyak air (15 menit)/mandi. Jangan
gunakan penetralisir (kimia) agen tanpa saran medis. Lepaskan pakaian saat
mencuci. Tutup luka dengan perban steril. Konsultasikan dengan dokter/pelayanan
medis. Jika permukaan yang terbakar > 10%: bawa korban ke rumah sakit.
setelah kontak
mata : Segera bilas dengan banyak air selama 15 menit. Lepas lensa kontak,
jika ada dan mudah untuk dilakukan. Lanjutkan membilas. Jangan gunakan agen
penetral (kimia) tanpa medis. Bawa korban ke dokter mata.
setelah tertelan
: Bilas mulut dengan air. Segera setelah tertelan: beri banyak air untuk
diminum. Jangan diinduksi muntah. Jangan gunakan zat penetral (kimia) tanpa
saran medis.
setelah terhirup : Pindahkan korban ke udara segar. Segera konsultasikan ke dokter/pelayanan medis.
3.
Natrium
asetat (CH3COONa)
Sifat Fisika
dan Kimia
Bentuk : Padat
Warna : Tidak berwarna
Bau : Asam asetat lemah
pH : 7,5 - 9,2 pada 50 g/l 20 °C
Titik lebur : 58 °C
Penanganan
Setelah menghirup:
hirup udara segar.
Bila terjadi kontak kulit: Tanggalkan segera semua pakaian yang terkontaminasi.
Bilaslah kulit dengan air/ pancuran air.
Setelah kontak pada mata: bilaslah dengan air yang banyak. Lepaskan lensa kontak.
Setelah tertelan: beri air minum kepada korban (paling banyak dua gelas). Konsultasi kepada dokter jika merasa tidak sehat.
4.
Natrium
hidroksida (NaOH)
Sifat Fisika
dan Kimia
Keadaan Fisik : Padat
Penampilan : putih
Bau : Tidak berbau
pH : 14 (5% aq soln)
Tekanan Uap : 1 mm Hg pada739 derajat C
Kepadatan Uap : Tidak tersedia.
Tingkat Penguapan : Tidak tersedia.
Viskositas : Tidak tersedia.
Titik didih : 1390 derajat C pada 760 mmHg
Titik Pembekuan/Leleh : 318 derajat C
Suhu Dekomposisi : Tidak tersedia.
Kelarutan : Larut.
Gravitasi/Kepadatan Spesifik : 2,13 g/cm3
Berat Molekul : 40
Bahaya
Menyebabkan luka bakar pada mata dan kulit.
Menyebabkan luka bakar pada saluran pencernaan dan pernafasan. Higroskopis
(menyerap kelembaban dari udara).
Mata : Menyebabkan luka bakar pada mata. Dapat
menyebabkan kebutaan. Dapat menyebabkan konjungtivitis kimia dan kerusakan
kornea.
Kulit : Menyebabkan kulit terbakar. Dapat menyebabkan
borok kulit yang dalam dan tembus.
Tertelan : Dapat menyebabkan kerusakan parah dan
permanen pada saluran pencernaan. Menyebabkan luka bakar pada saluran
pencernaan. Dapat menyebabkan perforasi saluran pencernaan. Menyebabkan sakit
parah, mual, muntah, diare, dan syok.
Inhalasi : Iritasi dapat menyebabkan pneumonitis
kimia dan edema paru. Menyebabkan iritasi parah pada saluran pernapasan bagian
atas dengan batuk, luka bakar, kesulitan bernapas, dan kemungkinan koma.
Menyebabkan luka bakar kimia pada saluran pernapasan.
Kronis : Kontak kulit yang berkepanjangan atau berulang dapat menyebabkan dermatitis.
Penanganan
Mata : Jika terjadi kontak, segera basuh mata
dengan banyak air selama minimal 15 menit. Dapatkan bantuan medis segera.
Kulit : Jika terjadi kontak, segera basuh kulit
dengan banyak air selama minimal 15 menit sambil melepaskan pakaian dan sepatu
yang terkontaminasi. Dapatkan bantuan medis segera. Cuci pakaian sebelum
digunakan kembali.
Tertelan : Jika tertelan, JANGAN dimuntahkan.
Dapatkan bantuan medis segera. Jika korban sadar penuh, berikan segelas air.
Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadarkan
diri.
Terhirup : Jika terhirup, pindahkan ke udara segar.
Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernafas, berikan
oksigen. Dapatkan bantuan medis.
5.
Amonium
hidroksida (NH4OH)
Sifat Fisika
dan Kimia
Keadaan Fisik : Cair
Penampilan : jernih, tidak berwarna
Bau : bau menyengat - seperti amonia
pH : 13,6
Tekanan Uap : 557 mm Hg @ 21 derajat C
Densitas Uap : 0,59 (udara=1)
Titik didih : 27 derajat C
Titik Beku/ Leleh : -69 derajat C
Kelarutan : Larut.
Berat Jenis : 0,89
Rumus Molekul : NH4OH
Berat Molekul : 35,04
Bahaya
Mata: Menyebabkan luka bakar pada mata.
Lachrymator (zat yang meningkatkan aliran air mata). Kulit: Menyebabkan kulit terbakar. Mungkin berbahaya jika diserap
melalui kulit.
Tertelan: Berbahaya jika tertelan. Menyebabkan
luka bakar pada saluran pencernaan. Menyebabkan penyempitan tenggorokan,
muntah, kejang, dan syok.
Inhalasi: Menyebabkan luka bakar kimia pada
saluran pernapasan. Toksik jika terhirup. Dapat menyebabkan gagal jantung dan
edema paru. Dapat menyebabkan efek sistem saraf pusat.
Kronis: Dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal. Eksperimen laboratorium telah menghasilkan efek mutagenik. Paparan kronis dapat menyebabkan efek darah. Penelitian pada hewan telah melaporkan perkembangan tumor.
Penanganan
Mata: Segera basuh mata dengan banyak air selama
minimal 15 menit, sesekali angkat kelopak mata atas dan bawah. Dapatkan bantuan
medis segera.
Kulit: Dapatkan bantuan medis segera. Segera
basuh kulit dengan banyak air selama minimal 15 menit sambil melepaskan pakaian
dan sepatu yang terkontaminasi.
Tertelan: Jangan memaksakan muntah. Dapatkan
bantuan medis segera. Hubungi pusat kendali racun.
Inhalasi: Hapus dari paparan dan pindahkan ke
udara segar segera. Jika sulit bernafas, berikan oksigen. KECEPATAN ADALAH
PENTING, DAPATKAN BANTUAN MEDIS SEGERA. Jangan gunakan resusitasi mulut ke
mulut jika korban menelan atau menghirup zat tersebut; menginduksi pernapasan
buatan dengan bantuan masker saku yang dilengkapi dengan katup satu arah atau perangkat
medis pernapasan lain yang sesuai.
6.
Amonium
klorida (NH4Cl)
Sifat Fisika
dan Kimia
Keadaan Fisik : Serbuk kristal
Penampilan : tidak berwarna atau putih
Bau : tidak berbau
pH : 5,0 (10% sol pada 25C)
Tekanan Uap : 1 mm Hg @ 160,4C
Titik didih : 520 deg C
Titik Beku/Leleh : 328 deg C
Kelarutan : 39,6% pada 176F.
Berat Jenis : 1,53 (Air=1)
Rumus Molekul : NH4Cl
Berat Molekul : 53,49
Bahaya
Mata: Menyebabkan iritasi mata.
Kulit: Dapat menyebabkan iritasi kulit. Mungkin
berbahaya jika diserap melalui kulit.
Tertelan: Berbahaya jika tertelan. Dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan. Dapat menyebabkan toksisitas
sistemik dengan asidosis.
Inhalasi: Jika dipanaskan, debu atau asap dapat
menyebabkan iritasi saluran pernapasan. Mungkin berbahaya jika terhirup. Asap
amonium klorida dapat menyebabkan alergi seperti asma. Paparan di masa depan
dapat menyebabkan serangan asma dengan sesak napas, batuk, dan/atau sesak dada.
Kronis: Kontak kulit yang berkepanjangan atau berulang dapat menyebabkan dermatitis.
Penanganan
Mata: Segera basuh mata dengan banyak air selama
minimal 15 menit, sesekali angkat kelopak mata atas dan bawah. Dapatkan bantuan
medis.
Kulit: Dapatkan bantuan medis. Segera basuh
kulit dengan banyak air selama minimal 15 menit sambil melepaskan pakaian dan
sepatu yang terkontaminasi.
Tertelan: Jangan memaksakan muntah. Dapatkan
bantuan medis segera. Hubungi pusat kendali racun.
Penghirupan: Jauhkan dari paparan dan segera pindahkan ke udara segar. Jika sulit bernafas, berikan oksigen. Dapatkan bantuan medis. Jangan gunakan resusitasi mulut ke mulut jika korban menelan atau menghirup zat tersebut; menginduksi pernapasan buatan dengan bantuan masker saku yang dilengkapi dengan katup satu arah atau perangkat medis pernapasan lain yang sesuai.
7.
Amonia
(NH3)
Sifat Fisika
dan Kimia
Wujud : Gas
Warna : Tidak berwarna
Bau : Menyengat
Titik didih : -33,4 °C
Suhu Penyalaan : 651 °C
Bahaya
Mengiritasi atau korosif pada jaringan yang terbuka, Menyebabkan radang paruparu jika terhirup, Kebutaan, dan Luka bakar pada kulit
Penanganan
Jika kontak
mata : bilaslah dengan air mengalir selama 15 menit. Segera hubungi dokter.
Setelah kontak
dengan kulit : segera bilas dengan air yang banyak. Lepaskan pakaian yang
terkontaminasi.
Setelah terhirup
: segera hirup udara segar. Segera hubungi dokter.
Setelah tertelan
: beri korban minum yang banyak. Segera hubungi dokter.
8.
Indikator
fenolftalein
Sifat Fisika
dan Kimia
Keadaan Fisik : Padat
Penampilan : hampir putih
Bau : Tidak berbau.
pH : Tidak tersedia.
Tekanan Uap : Diabaikan.
Kepadatan Uap : Tidak tersedia.
Tingkat Penguapan : Diabaikan.
Viskositas : Tidak tersedia.
Titik didih : Tidak tersedia.
Titik beku/lebur : 261 - 263 derajat C
Suhu Penguraian : Tidak tersedia.
Kelarutan : tidak larut
Density : 1,299
Formula Molekul : C20H14O4
Berat Molekul : 318,32
Bahaya
Mata: Dapat menyebabkan iritasi mata.
Kulit: Dapat menyebabkan iritasi kulit.
Tertelan: Menyebabkan iritasi gastrointestinal
dengan mual, muntah dan diare. Diharapkan menjadi bahaya konsumsi yang rendah.
Terhirup: Dapat menyebabkan iritasi saluran
pernapasan. Bahaya rendah untuk penanganan industri biasa.
Kronis: Dapat menyebabkan cedera ginjal.
Penanganan
Mata: Bilas mata dengan banyak air selama
minimal 15 menit, sesekali mengangkat kelopak mata atas dan bawah. Dapatkan
bantuan medis.
Kulit: Dapatkan bantuan medis. Cuci pakaian
sebelum digunakan kembali. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi.
Bilas kulit dengan banyak sabun dan air.
Tertelan: Jika korban sadar dan waspada, berikan
2-4 cangkir susu atau air. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada
orang yang tidak sadarkan diri. Dapatkan bantuan medis jika terjadi iritasi
atau gejala.
Inhalasi: Hapus dari paparan dan pindahkan ke udara segar segera. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernafas, berikan oksigen. Dapatkan bantuan medis jika batuk atau gejala lain muncul.
9.
Indikator
metil merah
Sifat Fisika
dan Kimia
Keadaan Fisik : Cair
Penampilan : tidak berwarna
Bau : Bau alkohol.
pH : Tidak tersedia.
Tekanan Uap : 33 mm Hg
Kerapatan Uap : 2,1 (udara=1)
Laju Penguapan : 1,5 (n-butil asetat=1)
Viskositas : 2,1 cP pada 25 derajat C
Titik didih : 82 derajat C
Titik beku/lebur : -90 derajat C
Suhu Dekomposisi : Tidak tersedia.
Kelarutan : Benar-benar larut dalam air.
Berat Jenis/Kerapatan : 0,78 (air=1)
Rumus Molekul : Campuran
Berat Molekul :Tidak tersedia.
Bahaya
Mata: Menghasilkan iritasi, ditandai dengan
sensasi terbakar, kemerahan, robek, peradangan, dan kemungkinan cedera kornea.
Kulit: Dapat menyebabkan sensitisasi kulit,
reaksi alergi, yang menjadi jelas setelah terpapar kembali bahan ini. Kontak
yang lama dan/atau berulang dapat menyebabkan penghilangan lemak pada kulit dan
dermatitis. Dapat menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dan menyengat, terutama
jika kulit terkelupas.
Tertelan: Dapat menyebabkan iritasi gastrointestinal
dengan mual, muntah dan diare. Dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Dapat
menyebabkan depresi sistem saraf pusat, ditandai dengan kegembiraan, diikuti oleh
sakit kepala, pusing, kantuk, dan mual. Tahap lanjut dapat menyebabkan kolaps,
tidak sadarkan diri, koma dan kemungkinan kematian akibat gagal napas.
Inhalasi: Menghirup konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan efek sistem saraf pusat yang ditandai dengan mual, sakit kepala,
pusing, tidak sadar dan koma. Menghirup uap dapat menyebabkan iritasi saluran
pernapasan.
Kronis: Kontak kulit yang berkepanjangan atau berulang dapat menyebabkan penghilangan lemak dan dermatitis. Dapat menyebabkan reaksi alergi kulit di beberapa area.
Penanganan
Mata: Segera basuh mata dengan banyak air selama
minimal 15 menit, sesekali angkat kelopak mata atas dan bawah. Dapatkan bantuan
medis segera.
Kulit: Dapatkan bantuan medis jika iritasi
berkembang atau berlanjut. Bilas kulit dengan banyak sabun dan air.
Tertelan: Jika korban sadar dan waspada, berikan
2-4 cangkir susu atau air. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada
orang yang tidak sadarkan diri. Dapatkan bantuan medis segera.
Terhirup: Dapatkan bantuan medis segera. Hapus
dari paparan dan pindahkan ke udara segar segera. Jika tidak bernapas, berikan
pernapasan buatan. Jika sulit bernafas, berikan oksigen.
Catatan untuk Dokter: Tes aseton urin dapat membantu dalam
diagnosis.
Penangkal: Tidak ada yang dilaporkan
10.
Aquades
(H2O)
Sifat Fisika
dan Kimia
Keadaan Fisik : Cair
Penampilan : tidak berwarna - Bening - putih air
Bau : tidak berbau
pH : Tidak tersedia.
Tekanan Uap : 17,5 mm Hg @ 20 derajat C.
Kepadatan Uap : Tidak tersedia.
Tingkat Penguapan : Tidak tersedia.
Viskositas : 1 cP @ 20C
Titik didih : 100 derajat C
Titik beku/lebur : Tidak tersedia.
Suhu Dekomposisi : Tidak tersedia.
Kelarutan : Tidak tersedia.
Gravitasi/Kepadatan Spesifik : 1.000
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18.0134
Bahaya
Mata: Tidak mengiritasi mata.
Kulit: Tidak menyebabkan iritasi pada kulit.
Tertelan: Tidak ada bahaya yang diharapkan dalam
penggunaan industri normal.
Penghirupan: Diperkirakan tidak ada bahaya dalam
penggunaan industri normal.
Kronis: Tidak ada
Penanganan
Mata: Tidak diperlukan perawatan khusus,
karena bahan ini tidak mungkin berbahaya.
Kulit: Tidak diperlukan perawatan khusus,
karena bahan ini tidak berbahaya.
Tertelan: Tidak diperlukan perawatan khusus,
karena bahan ini diharapkan tidak berbahaya.
Penghirupan: Tidak diperlukan perawatan khusus karena
bahan ini tidak mungkin berbahaya jika terhirup.
Catatan untuk Dokter: Rawat sesuai gejala dan suportif.
Komentar
Posting Komentar