LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TITRASI DAN KESETIMBANGAN A1

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR 1
TITRASI DAN KESETIMBANGAN ASAM BASA INDIKATOR DAN PENGUKURAN pH









Kelompok 2

Nama Anggota :

1. Adinda Meilady (11220960000001)

2. Eri Sahriah (11220960000009).

3. Inayah Andhira (11220960000013)

4. Tsamarah Cinta Dwi Kinanti (11220960000025)









PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2022



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Prinsip Percobaan

Untuk mengetahui konsentrasi suatu larutan asam berdasarkan metode titrasi asam basa dilakukan dengan cara melakukan standarisasi basa dengan asam menggunakan buret dan menentukan konsentrasi larutan asamnya.


1.2 Tujuan Percobaan

Mahasiswa mampu mengetahui konsentrasi suatu larutan asam berdasarkan metode titrasi asam basa.


BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA


Analisis volumetrik (titrimetrik) secara umum merupakan cara cepat analisis kuantitatif yang mampu menghasilkan ketelitian dan ketepatan cukup tinggi. Pada pengerjaan ini perlu diperhatikan benar prosedur pembuatan larutan dan memakai selalu peralatan yang bebas dari lemak (Nurhasni dan Yusraini, 2022).

Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung ion Hidrogen H+ yang bereaksi dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung ion hidroksida OH–, atau senyawa yang menghasilkan OH– ketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk menghasilkan garam dan air. Dalam teori Bronsted, asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan proton kepada zat yang lain. Dalam hal ini, proton adalah atom hidrogen yang kehilangan elektronnya. Basa adalah zat yang menerima proton dari zat lain. Reaksi asam dan basa menghasilkan asam dan basa yang lain (Goldberg, 2002).

Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada netralisasi asam basa.

Konsentrasi larutan adalah jumlah zat terlarut yang terdapat dalam sejumlah tertentu larutan. Molaritas menyatakan konsentrasi sebagai jumlah mol zat terlarut dalam 1 L larutan. Jika molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas yang satu lagi dapat ditentukan (Michael, 1997).

Reaksi asam basa bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator secara tidak langsung tergantung pada temperatur (Khopkar, S. M. 1990).

Dalam proses titrasi suatu zat berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi (biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Sedangkan titrat adalah larutan yang akan dititrasi untuk diketahui konsentrasinya. Titik ekuivalen adalah titik yang menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit. Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang akan dianalisis atau ditentukan konsentrasinya atau strukturnya (Padmaningrum, 2008).

Pengenceran adalah proses penambahan pelarut ke dalam suatu larutan, yang akan mengurangi konsentrasi (molaritas) larutan tanpa mengubah jumlah mol total zat terlarut yang terdapat dalam larutan. Dalam titrasi asam-basa, larutan yang diketahui konsentrasinya ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan yang konsentrasinya belum diketahui dengan tujuan untuk menentukan konsentrasi yang belum diketahui tersebut. Titik pada saat reaksi titrasi telah sempurna disebut titik ekuivalen (Chang, 2005).

Untuk mengetahui kapan penambahan larutan standar itu harus dihentikan, digunakan suatu zat berupa larutan indikator. Larutan indikator ditambahkan dalam larutan yang akan diuji sebelum penetesan larutan uji dilakukan. Larutan indikator menanggapi munculnya kelebihan larutan uji dengan mengalami perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik kesetaraan (titik ekuivalen) yang telah dihitung. Titik dalam titrasi asam-basa pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Tentu saja diinginkan agar titik akhir ini sedekat mungkin ke titik kesetaraan. Dengan memilih indikator untuk menghimpitkan kedua titik itu (atau mengkoreksi selisih diantara keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari analisis titrasi asam-basa. Larutan uji umumnya menggunakan larutan standar elektrolit kuat seperti natrium hidroksida dan asam klorida (Sujono, 2003).

Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik, sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik yang menyatakan perubahan pH ini disebut kurva titrasi. Kurva itrasi berbentuk S, yang pada titik tengahnya merupakan titik ekuivalen (Michael, 1997).

Titrasi asam basa sering dilakukan secara rutin untuk memantau keasaman dan kebasaan larutan terpakai dalam proses-proses industri. Indikator visual harus mengalami perubahan warna dalam interval pH yang meliputi titik ekivalen. pH pada titik ekivalen dapat ditentukan secara potensiometri dengan jalan mengukur pH memakai elektroda kaca sebagai fungsi volume titran yang ditambahkan dan menyalurkan pada kertas grafik. Titrasi potensiometri sangat diperlukan jika harus dititrasi sampel yang berwarna atau jika kondisi larutan adalah sedemikian rupa sehingga menghambat pemakaian indikator visual (Nurhasni dan Yusraini, 2022).

      


BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat

Pada percobaan kali ini alat yang digunakan adalah 1 buah buret 50 mL, 1 buah pipet gondok 25 mL, 1 buah gelas piala 100 mL, 3 buah erlenmeyer 250 mL, 1 buah corong, dan 2 buah pipet tetes.


3.2 Bahan

Pada percobaan kali ini bahan yang diperlukan adalah larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N, asam oksalat dihidrat 0,1 N, larutan asam klorida, larutan indikator fenolftalein, larutan indikator metil merah, dan aquades.


3.3 Prosedur percobaan








BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

  1. Standarisasi NaOH dengan asam oksalat 0,1N


Volume larutan NaOH dalam skala buret

l

(mL)

ll

(mL)

lll

(mL)

Awal titrasi

0 mL

18,5 mL

-

Akhir titrasi

10,8 mL

25 mL

-

Selisih

10,8 mL

6,5 mL

-


Rata-rata titrasi: (10,8mL + 6,5mL) : 2 =  17,3 : 2 = 8,65mL


  1. Penentuan konsentrasi HCl


Volume larutan NaOH dalam skala buret

l

(mL)

ll

(mL)

lll

(mL)

Awal titrasi 

11,01 mL

0 mL

11,25 mL

Akhir titrasi

19,2 mL

11,8 mL

23,3 mL

Selisih

8,1 mL

11,8 mL

12,05 mL


Rata-rata titrasi: (8,1mL + 11,8mL + 12,05mL) : 3 = 31,95 : 3 = 10,65mL

    > Titik ekuivalen Asam Oksalat (C2H2O4)   
        Va × Ma = Vb × Mb                          
        10 × 0,1  =  Vb × 0,1                             
        1               = 0,1 Vb                                                       
        1/0,1        = Vb                                          
        10mL       = Vb                                           

    Titik ekuivalen HCl    
        Va × Ma = Vb × Mb 
        10 × 0,1  = Vb × 0,1
         1              = 0,1 Vb
         1/0,1       = Vb 
        10mL       = Vb

    > Konsentrasi NaOH                                       
        Na × Va = Nb × Vb                                          
        0,1 × 10 = Nb × 8,65                                        
        1            = 8,65 × Nb                                        
        Nb         = 1/8,65                                              
        Nb         = 0,12N                                              

     > Konsentrasi HCl 
        Na × Va = Nb × Vb
        Na × 10 = 0,12 × 10,65
        10 × Na = 1,28
        Na         =  1,28/10
        Na         = 0,128N

4.2 Pembahasan

        
        Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada netralisasi asam basa.
   Percobaan pertama dilakukan standarisasi natrium hidroksida (NaOH) dengan asam oksalat (C2H2O4) dengan konsentrasinya 0,1 N. Dilakukan standarisasi sebanyak 2 kali dengan 2 indikator berbeda. Standarisasi NaOH pertama menggunakan indikator fenolftalein (PP) sebanyak 3 tetes pipet. Volume dalam skala buret awal titrasi yaitu 0mL dan akhir titrasi 10,8mL. Pada saat NaOH ditetesi indikator PP, tidak terjadi perubahan warna. Setelah dititrasi hingga mencapai 10,8mL volume buret, terjadi perubahan warna menjadi ungu muda. Hal ini disebut larutan mencapai titik akhir. Titik akhir titrasi terjadi apabila indikator berubah warna. Namun tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama. Titik akhir suatu indikator tidak terjadi pada satu pH spesifik, melainkan ada kisaran pH dimana titik akhirnya terjadi (Chang, 2005). Indikator PP tidak berwarna dalam bentuk Hln (asam) dan berwarna merah jambu dalam bentuk In- (basa). Jika ion OH- (basa) ditambahkan ke dalam larutan, [H+] berkurang dan posisi kesetimbangan bergeser ke arah pembentukan In-. Jika ion OH- ditambahkan terus, bentuk In- akan dominan dan larutan berwarna merah jambu. Indikator PP mencapai titik setara ketika pH = 7 dan berubah warna saat pH = 8 (Sunarya dan Setiabudi, 2007).
    Sedangkan standarisasi NaOH dengan asam oksalat (C2H2O4) kedua menggunakan indikator metil merah (MM) sebanyak 3 tetes. Setelah ditetesi, larutan asam oksalat yang tadinya bening berubah warna menjadi merah keorenan. Setelah dititrasi hingga mencapai titik akhir sebesar 6,5 mL, terjadi perubahan warna menjadi kuning. Hal ini dikarenakan indikator MM mengalami perubahan warna menjadi merah saat berada di dalam larutan asam dan menjadi kuning saat berada di dalam larutan basa. Perubahan pH indikator MM terjadi dalam rentang 4,4 - 6,2.

Berikut tabel beberapa indikator asam dan basa dan perubahan warnanya:



    Pada percobaan ini asam oksalat (C2H2O4) merupakan asam lemah dan NaOH merupakan basa kuat. Percobaan titrasi asam lemah dengan basa kuat untuk mencapai titik ekuivalen lebih baik menggunakan indikator PP karena titik ekuivalen berada di atas 7. Indikator MM tidak dapat digunakan karena akan mengalami perubahan warna jauh sebelum tercapainya titik ekuivalen. dari hasil perhitungan teoritis titik ekuivalen asam oksalat (C2H2O4) adalah 10M dan sesuai dengan titik ekuivalen indikator PP (Sutresna, N. 2007)
    

 Reaksi indikator PP + NaOH dengan Asam Oksalat

          
    

Reaksi indikator MM + Asam Oksalat
    
     Pada percobaan kedua dilakukan penentuan HCl dengan NaOH yang sudah distandarisasi pada percobaan pertama yang konsentrasinya 0,12 N. Dilakukan titrasi sebanyak 3 kali dengan indikator pp sebanyak 3 tetes. Volume titik akhir pada percobaan adalah 8,1ml; 4,8 ml; 12,05 ml menghasilkan rata-rata titrasi 10,65 ml. Titik akhir dicatat setelah terjadi perubahan warna. Indikator pp ini yang semulanya tidak berwarna dalam larutan asam menjadi merah muda dalam larutan basa karena ion OH- (basa) ditambahkan kedalam larutan dan [H+] berkurang sehingga posisi kesetimbangan bergerak kearah pembentukan In - (basa) hal ini yang menyebabkan larutan berwarna merah muda (Sunarya dan Setiabudi, 2007). 

    Penambahan NaOH menyebabkan nilai ph meningkat  sehingga merubah warna indikator pp dan titik akhir titrasi tercapai (Sutresna, 2007). Asam klorida adalah asam kuat dan NaOH adalah basa kuat. Penggunaan indikator pp pada percobaan ini sudah sesuai dengan trayek pH indikator pada zat titik ekuivalen tercapai. Pemilihan jenis indikator disesuaikan pada trayek pH indikator pada saat ekuivalen tercapai dan dipilih indikator yang memudahkan pengamatan pada saat terjadi perubahan warna (Sutresna,2007). Dalam titrasi asam, basa kuat konsentrasi ion hidrogen maupun ion hidroksida sangat sedikit pada titik ekuivalen (sekitar 1×10-⁷M) yang mengakibatkan penambahan setetes biasa saja dapat menyebabkan peningkatan tajam dalam [OH-] dan pH larutan.


Reaksi indikator PP+NaOH dan asam klorida 






BAB V
KESIMPULAN


1. Metode titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut terhadap sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya sudah diketahui (larutan baku atau standar).









DAFTAR PUSTAKA

1. Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

2. Goldberg. David. 2002. Kimia Untuk Pemula. Jakarta: Erlangga.

3. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta.

4. Michael, Purba. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia untuk SMU Kelas 2. Erlangga: Jakarta.

5. Nurhasni, Yusraini. 2022. Pedoman Praktikum Kimia Dasar 1. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Padmaningrum, Regina Tutik. 2008. Titrasi Iodometri. Yogyakarta : UGM Press

Sujono. 2003. Sistem Pengukur Molaritas Larutan dengan Metode Titrasi Asam Basa Berbasis Komputer. Jakarta: Universitas Budi Luhur.

7. Sunarya, Y. dan Setiabudi, A. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Kimia untuk Kelas XI. Setia Purna Inves: Bandung.

8. Sutresna, dkk. 2007. Cerdas Belajar Kimia untuk Kelas XI. Grafindo Media Pratama: Jakarta.



LAMPIRAN 








EVALUASI POST PRAKTIKUM 


  1.  Mengapa larutan NaOH yang digunakan harus distandarisasi dengan asam oksalat terlebih dahulu?

Jawab: Karena NaOH merupakan larutan baku sekunder (tidak pernah murni) yang bersifat higroskopis dan mudah menyerap air jika terpapar udara yang akan memengaruhi konsentrasinya sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu oleh larutan baku primer seperti asam oksalat agar dapat mengetahui konsentrasi tepatnya.


  1. Jika sampel asam klorida (HCl) diganti dengan sampel asam sulfat, sedangkan volume NaOH yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen adalah sama dengan volume pada penentuan konsentrasi HCl maka berapakah nilai molaritas dari asam sulfat tersebut?

Jawab: 

Reaksi ionisasi larutan H2SO4 dalam larutannya:


jumlah valensi asam [H+] = 2


Reaksi ionisasi NaOH adalah

jumlah valensi basa [OH-] = 1


Menentukan konsentrasi larutan H2SO4

a × Va × Ma = b × Vb × Mb

2 × 25 × Ma = 1 × 25 × 0,2

50 × Ma = 5

Ma = 5/50

Ma = 0,1 M

Jadi, Molaritas dari asam sulfat adalah 0,1 N



Material Safety Data Sheets ( sifat kimia dan fisika, bahaya dan cara penanggulangan)


  1. Natrium Hidroksida (NaOH)

Sifat fisika dan kimia

Keadaan Fisik : Padat 

Penampilan : Putih 

Bau : Tidak berbau 

pH : 14 (5% aq soln) 

Tekanan Uap : 1 mmHg pada 739 derajat C 

Kepadatan Uap : Tidak tersedia. 

Tingkat Penguapan : Tidak tersedia. 

Viskositas : Tidak tersedia. 

Titik didih : 1390 derajat C pada 760 mmHg 

Titik Pembekuan/Leleh : 318 derajat C 

Suhu Dekomposisi : Tidak tersedia. - Kelarutan : Larut 

Gravitasi/Kepadatan Spesifik: 2,13 g/cm3 

Berat Molekul : 40

Identifikasi bahaya

Menyebabkan luka bakar pada mata dan kulit. Menyebabkan luka bakar pada saluran pencernaan dan pernafasan. Higroskopis (menyerap kelembaban dari udara).

Mata : Menyebabkan luka bakar pada mata. Dapat menyebabkan kebutaan. Dapat menyebabkan konjungtivitis kimia dan kerusakan kornea.

Kulit : Menyebabkan kulit terbakar. Dapat menyebabkan borok kulit yang dalam dan tembus.

Tertelan : Dapat menyebabkan kerusakan parah dan permanen pada saluran pencernaan. Menyebabkan luka bakar pada saluran pencernaan. Dapat menyebabkan perforasi saluran pencernaan. Menyebabkan sakit parah, mual, muntah, diare, dan syok.

Inhalasi : Iritasi dapat menyebabkan pneumonitis kimia dan edema paru. Menyebabkan iritasi parah pada saluran pernapasan bagian atas dengan batuk, luka bakar, kesulitan bernapas, dan kemungkinan koma. Menyebabkan luka bakar kimia pada saluran pernapasan.

Kronis : Kontak kulit yang berkepanjangan atau berulang dapat menyebabkan dermatitis. Efek mungkin tertunda

Penanganan

Mata : Jika terjadi kontak, segera basuh mata dengan banyak air selama minimal 15 menit. Dapatkan bantuan medis segera.

Kulit : Jika terjadi kontak, segera basuh kulit dengan banyak air selama minimal 15 menit sambil melepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Dapatkan bantuan medis 

segera. Cuci pakaian sebelum digunakan kembali.

Tertelan : Jika tertelan, JANGAN dimuntahkan. Dapatkan bantuan medis segera. Jika korban sadar penuh, berikan segelas air. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadarkan diri.

Terhirup : Jika terhirup, pindahkan ke udara segar. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernafas, berikan oksigen. Dapatkan bantuan medis.


  1. Asam Oksalat ( C2H2O4)

Sifat fisika dan kimia

Keadaan Fisik : Bubuk

Penampilan : putih 

Bau : tidak berbau 

pH : 1,3 (0,1 M soln) 

Tekanan Uap : 0,92 mmHg @ 60 derajat C 

Densitas Uap : 4,62 

Titik Beku/Leleh : 101 derajat C 

Kelarutan : Cukup Larut. 1g/7ml 

Berat Jenis : 1,653 @ 18,5oC 

Rumus Molekul : C2H2O4

Berat Molekul : 126.04

Identifikasi bahaya

Mata: Menyebabkan luka bakar pada mata. Dapat mengakibatkan cedera kornea. Menyebabkan kemerahan dan nyeri.

Kulit: Berbahaya jika diserap melalui kulit. Menyebabkan iritasi kulit yang parah dan kemungkinan luka bakar. 

Luka bakar kimia yang jarang dapat terjadi akibat asam oksalat dan dapat menyebabkan hipokalsemia.

Gangren telah terjadi di tangan orang yang bekerja dengan larutan asam oksalat tanpa sarung tangan karet. 

Lesi kulit ditandai dengan pecahnya kulit dan perkembangan ulkus yang lambat 

sembuh. Kulit mungkin berwarna kebiruan, dan kuku rapuh dan kuning.

Proses menelan: Menyebabkan luka bakar pada saluran pencernaan.

Asam oksalat beracun karena sifat asam dan chelatingnya. Ini sangat beracun ketika tertelan. Sedikitnya 5 gr (71 mg/kg) bisa berakibat fatal.

Ulserasi mulut, muntah darah, dan munculnya syok, kejang, kedutan, tetani, dan kolaps kardiovaskular yang cepat dapat terjadi setelah konsumsi asam oksalat atau garam larutnya. 

Asam oksalat dapat mengikat kalsium membentuk kalsium oksalat yang tidak larut pada pH fisiologis. 

Kalsium oksalat yang terbentuk dapat mengendap di tubulus ginjal dan otak. Hipokalsemia akibat pembentukan kalsium oksalat dapat mengganggu fungsi jantung dan saraf.

Inhalasi:Menyebabkan luka bakar kimia pada saluran pernapasan.

Menghirup debu atau uap asam oksalat menghasilkan iritasi pada

saluran pernapasan, protein dalam urin, mimisan, ulserasi selaput lendir,

sakit kepala, gugup, batuk, muntah, kekurusan, sakit punggung (karena cedera ginjal), dan kelemahan.

Kronis: Menghirup debu atau kabut asam oksalat dalam jangka waktu

lama dapat menyebabkan penurunan berat badan dan peradangan saluran pernapasan. 

Tikus yang diberi asam oksalat 2,5 dan 5% dalam makanan selama 70 hari mengalami penurunan fungsi tiroid dan perubahannya

Penanganan 

Mata: Jika terjadi kontak, segera basuh mata dengan banyak air, setidaknya selama 15 menit. Dapatkan bantuan medis segera. 

Kulit: Jika terjadi kontak, segera basuh kulit dengan banyak air selama minimal 15 menit sambil melepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Dapatkan bantuan medis segera. Cuci pakaian sebelum digunakan kembali. 

Tertelan: Jika tertelan, JANGAN dimuntahkan. Dapatkan bantuan medis segera. Jika korban sadar penuh, berikan segelas air. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadarkan diri. 

Terhirup: Jika terhirup, pindahkan ke udara segar. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernafas, berikan oksigen. Dapatkan bantuan medis. 

Penangkal: Pemberian kalsium glukonat atau kalsium klorida intravena - mungkin diperlukan jika terjadi hipokalsemia atau tetani hipokalsemia. 


  1. Asam Klorida (HCl)

Sifat fisika dan kimia

Keadaan Fisik     : Cair

Penampilan     : jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat

Bau     : kuat, menyengat

pH     : 0,01

Tekanan Uap     : 84 mm Hg @ 20 derajat C

Densitas Uap     : 1,27 (udara=1)

Laju Penguapan    : > 1,00 (N-butil asetat)

Titik didih     : 83 derajat C @ 760 mmHg

Titik Beku/ Leleh     : -66 derajat C

Kelarutan     : Larut.

Berat Jenis     : 1,19 (38%)

Rumus Molekul     : HCl.H2O

Berat Molekul     : 36,46

Identifikasi bahaya

Mata: Dapat menyebabkan cedera mata ireversibel. Uap atau kabut dapat

menyebabkan iritasi dan luka bakar yang parah. Kontak dengan cairan 

bersifat korosif pada mata dan menyebabkan luka bakar yang parah. 

Kulit: Kontak dengan cairan bersifat korosif dan menyebabkan luka bakar 

dan ulserasi yang parah. Tingkat keparahan cedera tergantung pada 

konsentrasi larutan dan durasi paparan. 

Proses menelan: Menyebabkan luka bakar saluran pencernaan yang parah 

dengan sakit perut, muntah, dan kemungkinan kematian. Dapat menyebabkan korosi dan kerusakan jaringan permanen pada kerongkongan

dan saluran pencernaan. 

Terhirup: Dapat berakibat fatal jika terhirup. Dapat menyebabkan iritasi 

parah pada saluran pernapasan dengan sakit tenggorokan, batuk, sesak 

nafas dan edema paru yang tertunda. Menyebabkan luka bakar kimia pada 

saluran pernapasan. Menyebabkan tindakan korosif pada selaput lendir. 

Kronis: Kontak kulit yang berkepanjangan atau berulang dapat

menyebabkan dermatitis. Paparan berulang dapat menyebabkan erosi gigi.

Paparan berulang terhadap uap atau kabut HCl konsentrasi rendah dapat

menyebabkan pendarahan pada hidung dan gusi. Bronkitis kronis dan 

gastritis juga telah dilaporkan.

Penanganan

Mata: Jika terjadi kontak, segera basuh mata dengan banyak air setidaknya

selama 15 menit. Dapatkan bantuan medis segera.

Kulit: Jika terjadi kontak, segera basuh kulit dengan banyak air selama 

minimal 15 menit sambil melepaskan pakaian dan sepatu yang 

terkontaminasi. Dapatkan bantuan medis segera. Cuci pakaian sebelum 

digunakan kembali.

Tertelan: Jika tertelan, JANGAN dimuntahkan. Dapatkan bantuan medis

segera. Jika korban sadar penuh, berikan segelas air. Jangan pernah

memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadarkan diri.

Terhirup: bahan RACUN. Jika terhirup, segera dapatkan bantuan medis.

Pindahkan korban ke udara segar. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan

buatan. Jika sulit bernafas, berikan oksigen.


  1. Indikator fenolftalein

Sifat fisika dan kimia

Keadaan Fisik : Padat

Penampilan : hampir putih

Bau : Tidak berbau.

pH : Tidak tersedia.

Tekanan Uap : Diabaikan.

Kepadatan Uap : Tidak tersedia.

Tingkat Penguapan : Diabaikan.

Viskositas : Tidak tersedia.

Titik didih : Tidak tersedia.

Titik beku/lebur : 261 - 263 derajat C

Suhu Penguraian : Tidak tersedia.

Kelarutan : tidak larut

Density : 1,299

Formula Molekul : C20H14O4

Berat Molekul : 318,32

Identifikasi Bahaya

Mata: Dapat menyebabkan iritasi mata. 

Kulit: Dapat menyebabkan iritasi kulit.

Tertelan: Menyebabkan iritasi gastrointestinal dengan mual, muntah dan 

diare. Diharapkan menjadi bahaya konsumsi yang rendah. 

Terhirup: Dapat Menyebabkan iritasi saluran pernapasan. Bahaya rendah untuk penanganan industri biasa. 

Kronis: Dapat menyebabkan cedera ginjal.

Penanganan

Mata: Bilas mata dengan banyak air selama minimal 15 menit, sesekali mengangkat kelopak mata atas dan bawah. Dapatkan bantuan medis.

Kulit: Dapatkan bantuan medis. Cuci pakaian sebelum digunakan kembali. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Bilas kulit dengan banyak sabun dan air.

Tertelan: Jika korban sadar dan waspada, berikan 2-4 cangkir susu atau air. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadarkan diri. Dapatkan bantuan medis jika terjadi iritasi atau gejala.

Inhalasi: Hapus dari paparan dan pindahkan ke udara segar segera. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernafas, berikan oksigen. Dapatkan bantuan medis jika batuk atau gejala lain muncul. Catatan untuk Dokter: Rawat sesuai gejala dan suportif


  1. Indikator Metil Merah

Sifat fisika dan kimia

Keadaan Fisik : Cair

Penampilan : tidak berwarna

Bau : Bau alkohol.

pH : Tidak tersedia.

Tekanan Uap : 33 mm Hg

Kerapatan Uap : 2,1 (udara=1)

Laju Penguapan : 1,5 (n-butil asetat=1)

Titik didih : 82 derajat C

Titik beku/lebur : -90 derajat C

Suhu Dekomposisi : Tidak tersedia.

Kelarutan : Benar-benar larut dalam air.

Berat Jenis/Kerapatan : 0,78 (air=1)

Rumus Molekul : Campuran

Berat Molekul :Tidak tersedia.

Identifikasi bahaya

Mata: Menghasilkan iritasi, ditandai dengan sensasi terbakar, kemerahan, robek, 

peradangan, dan kemungkinan cedera kornea. 

Kulit: Dapat menyebabkan sensitisasi kulit, reaksi alergi, yang menjadi jelas setelah terpapar kembali bahan ini. Kontak yang lama dan atau berulang dapat menyebabkan penghilangan lemak pada kulit dan dermatitis. Dapat menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dan menyengat, terutama jika kulit terkelupas.

Tertelan: Dapat menyebabkan iritasi gastrointestinal dengan mual, muntah dan diare. 

Dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat, ditandai dengan kegembiraan, diikuti oleh sakit kepala, pusing, kantuk, dan mual. Tahap lanjut dapat menyebabkan kolaps, tidak sadarkan diri, koma dan kemungkinan kematian akibat gagal napas.

Inhalasi: Menghirup konsentrasi tinggi dapat menyebabkan efek sistem saraf pusat yang ditandai dengan mual, sakit kepala, pusing, tidak sadar dan koma. Menghirup uap dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan.

Kronis: Kontak kulit yang berkepanjangan atau berulang dapat menyebabkan penghilangan lemak dan dermatitis.

Penanganan

Mata: Segera basuh mata dengan banyak air selama minimal 15 menit, sesekali angkat kelopak mata atas dan bawah. Dapatkan bantuan medis segera.

Kulit: Dapatkan bantuan medis jika iritasi berkembang atau berlanjut. Bilas kulit dengan banyak sabun dan air.

Tertelan: Jika korban sadar dan waspada, berikan 2-4 cangkir susu atau air.

Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadarkan diri. Dapatkan bantuan medis segera.

Terhirup: Dapatkan bantuan medis segera. Hapus dari paparan dan pindahkan ke udara segar segera. Jika tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernafas, berikan oksigen.

Catatan untuk Dokter: Tes aseton urin dapat membantu dalam diagnosis.


  1. Aquades (H2O)

Sifat fisika dan kimia

Keadaan Fisik : Cair

Penampilan : Tidak berwarna - Bening - putih air

Bau : tidak berbau

pH : Tidak tersedia.

Titik didih : 100 derajat C

Kelarutan : Tidak tersedia.

Rumus Molekul : H2O

Berat Molekul : 18.0134

Bahaya

Mata: Tidak mengiritasi mata.

Kulit: Tidak menyebabkan iritasi pada kulit.

Tertelan: Tidak ada bahaya yang diharapkan dalam penggunaan industri normal.

Penghirupan: Diperkirakan tidak ada bahaya dalam penggunaan industri normal.

Penanganan

Mata: Tidak diperlukan perawatan khusus, karena bahan ini tidak mungkin berbahaya.

Kulit: Tidak diperlukan perawatan khusus, karena bahan ini tidak berbahaya.

Tertelan: Tidak diperlukan perawatan khusus, karena bahan ini diharapkan tidak 

berbahaya.

Penghirupan: Tidak diperlukan perawatan khusus karena bahan ini tidak mungkin 

berbahaya jika terhirup. Catatan untuk Dokter: Rawat sesuai gejala dan suportif.













Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR A1 PEMBUATAN LARUTAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA A1 MATERI DAN PERUBAHANNYA

LAPORAN PRAKTIKUM A1 KIMIA DASAR REAKSI PEMBATAS