LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA A2 TITRASI DAN KESETIMBANGAN

 

LAPORAN PRAKTIKUM KIMA DASAR 1

TITRASI DAN KESETIMBANGAN ASAM BASA INDIKATOR DAN PENGUKURAN pH

 



 


Kelas               : Kimia A2

Kelompok      : 5(Lima)

                          - Alifia maylani (11220960000028)

                          - Annisa Putri Jasmin (11220960000030)

                          - Adinda Pratiwi (11220960000034)

                          - Ibnu Ahmad Maulanaa (11220960000032)

Dosen              : Nurul Amilia, M.Si

 

 

 

 

 

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2022



BAB I

PENDAHULUAN 

1.1   Prinsip Percobaan    

       Pada prinsip percobaan kali ini yaitu penentuan konsentrasi NaOH ialah dengan menstandarisasikan NaOH terlebih dahulu, setelah melakukan standarisasi NaOH kemudian mereaksikan larutan baku sekunder NaOH (sebagai titran)  dengan larutan baku primer Asam Oksalat (sebagai titrat)  yang kemudian ditetesi dengan indikator phenolptalein (PP). Pada penentuan konsentrasi HCl, mereaksikan larutan NaOH yang sudah di standarisasi (sebagai titran) dengan larutan HCl (sebagai titrat) kemudian ditetesi indikator phenolptalein (PP), atau indikator metil merah.

1.2 Tujuan Percobaan

                Mahasiswa mampu mengetahui konsentrasi suatu larutan asam berdasarkan metode tutrasi asam basa.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis volumetrik (titrimetrik) secara umum merupakan cara cepat analisis kuantitatif yang mampu menghasilkan ketelitian dan ketepatan yang cukup tinggi. Pada pengerjaan ini perlu diperhatikan benar prosedur pembuatan larutan dan memakai selalu peralatan yang bebas dari lemak (Nurhasni, dkk, 2022 : 45).

Titrasi asam basa sering dilakukan secara rutin untuk memantau keasaman dan kebasaan suatu larutan terpakai dalam proses-proses industri. Indikator visual harus mengalami perubahan warna dalam interval pH yang meliputi titik ekuivalen, pH pada titik ekuivalen dapat ditentukan secara potensiometrik dengan jalan mengukur pH memakai elektroda kaca sebagai fungsi volum titran yang ditambahkan dan menyalurkan pada kertas grafik. Titrasi potensiometrik sangat diperlukan jika harus di titrasi sampel yang berwarna atau jika kondisi larutan adalah sedemikian rupa sehingga menghambat pemakaian indikator visual (Nurhasni, dkk, 2022 : 45).

Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung hidrogen yang bereaksi dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung ion OH- atau menghasilkan OH- ketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk menghasilkan garam dan air. Teori Bronsted memperluas definisi asam dan basa dengan menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan kimia. Misalnya teori Bronsted menjelang lebih banyak mengenai suatu larutan Amonium Klorida bersifat asam dan larutan Natrium Asetat bersifat basa. Dalam teori Bronsted, asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan proton kepada zat yang lain. Dalam hal ini, proton adalah atom hidrogen yang kehilangan elektronnya. Basa adalah zat yang menerima proton dari zat lain. Reaksi asam dan basa menghasilkan asam dan basa yang lain (Goldberg, 2022).

Titrasi asam basa merupakan contoh analisis volumetri yaitu suatu cara atau metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Proses titrasi asam basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan gambar yang diperoleh tersebut sebagai kurva pH atau kurva titrasi yang didalamnya berupa kurva ekuivalen yaitu dimana titrasi dihentikan (Ika, 2009).

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titrat maupun titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titran ditambahkan titrat setetes demi setetes hingga mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titran dan titrat tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “Titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “Titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi juga melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen (Gunawan, Adi, 2004).

Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi (biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi suatu zat berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik ekuivalen adalah titik yang menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit. Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau ditentukan konsentrasinya atau strukturnya (Padmaningrum, 2008).

Untuk mengetahui kapan penambahan larutan standar itu dihentikan, digunakan suatu zat yang biasanya berupa larutan yang disebut larutan indikator yang ditambahkan dalam larutan yang diuji sebelum penetesan larutan uji dilakukan. Larutan indikator ini menanggapi munculnya kelebihan larutan uji dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik kesetaraan, titik titrasi asam basa pada indikator berubah warna disebut akhir titik, tentu saja diinginkan agar akhir ini sedekat mungkin ke titik kesetanan. Dengan memilih indikator untuk menghimpitkan kedua titik itu (atau mengoreksi selisih diantara keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari analisis titrasi asam basa. Umumnya larutan uji adalah larutan standar elektrolit kuat seperti natrium hidroksida dan asam klorida (Sujono, 2003).

Karakteristik titasi asam basa bergantung pada kekuatan asam dan basa yang terlibat. Indikator yang berbeda digunakan untuk menentukan titik akhir dari suatu titrasi (Chang 2005 : 131).

Kesetimbangan yang melibatkan asam lemah dalam larutan berair adalah kesetimbangan homogen. Kesetimbangan kelarutan merupakan contoh kesetimbangan heterogen. PH pada titik ekuivalen dari suatu titrasi asam basa tergantung pada hidrolisis dari garam yang terbentuk dalam reaksi penetralan titik untuk titrasi asam kuat-basa kuat, pH pada titik ekuivalen adalah 7; untuk titrasi asam lemah-basa kuat, pH pada titik ekuivalen lebih besar daripada 7; untuk titrasi asam kuat-basa lemah pH pada titik ekuivalen lebih kecil daripada 7. Indikator asam basa adalah asam atau basa organik lemah yang berubah warna pada titik akhir dalam reaksi penetralan asam-basa (Chang, 2005 : 157).


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu 1 buah buret 50 ml, 1 buah pipet gondok 25 ml, 1 buah gelas piala 100 ml, 3 buah Erlenmeyer 250 ml, 1 buah corong dan 2 buah pipet tetes.

 

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Larutan NaOH 0,1 N, Asam oksalat dihidrat 0,1 N, Larutan asam klorida, Larutan Indikator fenolftalein dan Aquades.

 

3.3 Prosedur Percobaan 

B. Standarisasi NaOH dengan Asam oksalat 0,1 N

aa.       B. Penentuan konsentrasi HCl



a.                   


        BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Hasil Pengamatan

a.       Standarisasi NaOh dengan Asam Oksalat 0,1N

Volume larutan NaOH dalam skala buret

I (mL)

II (mL)

III (mL)

Awal Titrasi

0

0

0

Akhir Titrasi

10,7

10,3

10,8

Selisih

10,7

10,3

10,8

               



 

b.       Penentuan Konsentrasi HCl

Volume larutan NaOH dalam skala buret

I (mL)

II (mL)

III (mL)

Awal Titrasi

0

0

0

Alhitr Titrasi

2,7

8,2

3

Selisih

2,7

8,2

3

 

              

 

 

4.1. Standarisasi NaOH dengan Asam Desalat 0.1 N

Titrasi asam basa disebut juga titrasi netralisasi yang menggunakan larutan standar garam dan larutan standar basa, reaksi netralisan terjadi antara ion hidrogen (sebagai asam) dengan ion hidroksida (sebagai basa) membentuk air yang bersifat netral. Netralisasi Juga dapat dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dan penerima proton (basa).

Menurut Ralph (2008) titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kualititatif yang dipergunakan untuk menentukan konsentrasi suatu lantan tertentu dimana penentuannya menggunakan suatu larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya secara tepat.

Dalam proses titrasi biasanya dibutuhkan larutan standar. Larutan Standar merupakan istilah yang menunjukkan suatu larutan sudah diketahui konsentrasinya. Larutan standar terbagi atas 2 macam, yaitu larutan standar primer dan larutan Standar sekunder. Larutan standar primer merupakan larutan yang sudah diketahu konsentrasinya secara pasti dan sudah murni sehingga tidak perlu distandarisasi terlebih dahulu. Larutan standar primer mempunyai ciri-ciri yaitu mudah didapat, konsentrasinya tinggi, berat molekulnya tinggi dan tidak bersifat higroskopis. Larutan standar sekunder merupakan larutan yang konsentrasinya belum diketahui, dan zatnya tidak pernah murni, larutan tersebut harus distandarisan terlebih dahulu dengan bantuan larutan baku primer. Larutan baku sekunder memiliki ciri- ciri yaitu konsentrasinya rendah, sulit untuk didapat, berat molekulnya rendah dan bersifat higroskopis.

Titran atau titer marupakan larutan yang digunakan untuk mentitrasi (biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi suatu zat berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang dititrasi untuk diketahui konsersi komponen tertentu. Titik ekivalen adalah titik yang menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit. Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau ditentukan konsentrasinya atau strukturnya (Padmaningrum, 2008).

Pada Percobaan kali ini dipilih asam oksalat sebagai titrat dan Natrium Hidroksida (NaOH) sebagai titrannya. Asam oksalat dipilih sebagai larutan standar Primer karena asam oksalat memiliki BE (berat Ekivalen) yang besar dan tidak mudah dipengaruhi kemurniannya. Sedangkan NaOH dipilih tebagai larutan standar sekunder karena bersifat higroskopis, maka dari itu NaOH perlu di standarkan terlebih dahulu. Sifat Higroskopis adalah sifat yang dapat menyerap air dari udara, sehingga larutan yang bersifat higroskopis mengalami perubahan konsentrasi sehingga perlu di standarisasi.

Pada Percobaan Pertama dan kedua, Asam Oksalat yang berada dalam erlenmeyer sebanyak 10 mL ditetesi terlebih dahalu dengan indikator PP (Fenolytalen). Indikator PP digunakan agar titik akhir titrasi dapat mudah terlihat karena perubahannya membuat larutan yang mulanya tidak berwarna menjadi berwarna. Menurut Tati (2013) indikator akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi, jika warna indikator berubah, maka pada saat itu titrasi dihentikan. Larutan ampuran memiliki pH diatas 7 atau berada dalam suasana basa, sehingga larutan akan menghasilkan warna ungu muda dalam suasana basa. Range pH pada indikator PP berkisar 3.3-10,0. Jadi apabila pH larutan dibawah 1.3 maka larutan tersebut tidak bewarna Karena larutan tersebut berada dalam suasana asam. Pada percobaan kali ini reaksi dihentikan tepat pada saat indikator menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi pink seulas, yang disebut sebagai titik akhir titrasi.

Pada percobaan ketiga, Asam oksalat sebanyak 10 mL dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian ditetesi dengan indikator MM (Metil Merah). Range pH yang dimiliki metil merah berkitar 4.4-6.2. Ketika Asam Oksalat ditetesi metil merah larutan tersebut berubah warna dari bening menjadi warna merah, hal tersebut disebabkan karena indikator Metil Merah berada dalam suasana asam. Pada saat larutan asam oksalat yang sudah diberi indikator metil merah 2-3 tetes di titrasikan dengan larutan baku sekunder NaOH warna larutan tersebut berubah dari merah menjadi warna kuning karena berada dalam suasana basa. Saat larutan berubah menjadi warna kuning, maka larutan tersebut telah mencapai keadaan titik akhir titrasi, dan titrasi harus dihentikan.

c.       Range pH

 

 

PerubahanWarna

 

 

No

Indikator

Asam

Basa

Trayek pH

1

Bromkresol Hijau

Kuning

Biru

3,8 – 5,4

2

Bromkresol Ungu

Kuning

Ungu

5,2 – 6,8

3

Bromfenol Biru

Kuning

Biru

3,0 - 4,6

4

Fenoftalen

Tak Berwarna

Pink Seulas

8,3 – 4,6

5

Meril Merah

Merah

Kuning

4,4 – 6,2

6

Timoftalen

Tak Berwarna

Biru

9,4 – 10,6

7

2,6 - Dinitrofenol

Tak Berwarna

Kuning

2,0 – 4,0

 

Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik lemah yang menunjukkan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak terionisani dan bentuk terionisasinya. Kedua bentuk ini berikatan dengan pH larutan yang melarutkan indikator tersebut (Raymond, aboy).

Titik akhir titrasi terjadi bila indikator berubah warna. Namun tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama. Jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apakah mereka kuat atau temah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi, kita dapat menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (Raymond, 2004).

4.2 Penentuan Konsentrasi HCI

Setelah sandorisasi, selanjutnya HCl dititran dengan NaOH untuk dapat mengetahui kadar HCl tersebut. NaOH berperan sebagai titran, dan HCI berperan sebagai titrat. Titran adalah larutan yang sudah diketahui konsentrasinya secara pasti, sedangkan titrat merupakan larutan yang konsentrasinya belum diketahui secara pasti.

Pada pecobaan pertama dan kedua yaitu menentukan konsentrasi larutan baku primer HCI pada larutan baku sekunder NaOH. Larutan baku primer adalah larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutannya diketahui secara tepat melalu metode gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk menetapan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui. Syarat larutan baku primer adalah zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan, zat harus tidak berubah berat dalam penimbangan di udara (tidak higroskopis), zat mempunyai massa relatif dan massa ekuivalen yang besar, harus mudah larut (Day and Underwood, 1998). Sedangkan larutan baku sekunder adalah larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dangan tepat karena berasal dan 201 yang tidak pernah murni. Konsentrat ini biatanya ditentukan pembaluan menggunakan larutan baku primer. Syarat larutan baku primer yaitu derajat kemurnian lebih rendah, mempunyai berat ekivalen yang tinggi, untuk mempercepat kesalahan penimbangan (Day dan Underwood, 1998).

Larutan HCI ditetesi indikatorPP (Fenolftalein) sebanyak 2-3 kali, warna larutan bening kemudian di titrasikan dengan NaOH hingga berubah warna menjadi pink seulas, dan titrasi dihentikan. Perubahan warna larutan menjadi pink seulas karena indikator PP berada pada suasana basa.

Pada percobaan ketiga yaitu HCI ditetesi indikator MM (menil merah) Sebanyak 2-3 kali, warna larutan berubah dari bening menjadi merah karena berada pada suasana asam, kemudian dititrasikan dengan NaOH hingga berubah warna menjadi kuning. Maka larutan tersebut telah mencapai keadaan titik akhir titrasi. Perubahan warna menjadi kuning terjadi karena indikator berada pada suasana basa.

Pada percobaan penentuan konsentrasi HCI terdapat perbedaan jarak yang cukup jauh pada volume larutan NaOH dalam skala buret di akhir titrasi, hal itu oksebabkan karena kesalahan dalam pembuatan HCl pada percobaan I dan II yang mengakibatkan titik akhir titrasi muncul lebih cepat. Seharusnya jika HCl yang diambil tepat maka volume larutan NaOH dalam skala buret diakhir titrasi sekitar 8-10 mL.


BAB V

KESIMPULAN

1.Dari percobaan diatas, mahasiswa mampu mengetahul konsentrasi suatu larutan asam berdasarkan metode titrasi asam basa.

2.Titrasi adalah salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya.

3.Dari percobaan diatas, didapatkan konsentrasi NaOH sebesar 0,094N dan HCI sebesar 0,043N


DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep - Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Day, Underwood. (1999). Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Goldberg. David. 2002. Kimia Untuk Pemula. Jakarta: Erlangga.

Gunawan. Adi. 1998. Tangkas Kimia. Surabaya: Kartika.

Ika, Dani. 2009. Alat Otomarisasi Pengukuran Kalor Vitamin C dengan Metode Titrasi Asam Basa.               Jurnal Neutrino. Vol 1.

Nurhasni, Yusraini. 2022. Pedoman Praktikum Kimia Dasar 1. Jakarta: UIN Syarif Hidayatuliah                   Jakarta.

Padmaningrum, Regina Tutik. 2008. Titrasi Iodometri. Yogyakarta: UGM Press.

Petrucci, Ralph H. 2008. Kimia Dasar : Prinsip-prinsip dan Aplikasi Modern. Jakarta:                                    Penerbit Erlangga.

Sujono. 2003. Sistem Pengukur Molaritas Larutan dengan Metode Titrasi Asam Basa Berbasis                       Komputer. Jakarta: Universitas Budi Luhur.

Setiawati, Tati 2013. Titrati Asam Basa (Titrasi). KEMDIKBUD PPPPTK IPA.




POST TEST

1.      Mengapa larutan NaOH yang digunakan harus distandarisasi dengan asam oksalat terlebih dahulu?

Jawab : Karena NaOH merupakan larutan baku sekunder (tidak pernah mumi) yang bersifat higroskopis dan mudah menyerap air jika terpapar udara yang akan memengaruhi konsentrasinya sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu oleh larutan baku primer seperti asam oksalat agar dapat mengetahui konsentrasi tepatnya.

 

2.      Jika sampel asam klorida (HCl) diganti dengan sampel asam sulfat, sedangkan volume NaOH yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen adalah sama dengan volume pada penentuan konsentasi HCl, maka berapakah nilai molaritas dari asam sulfat tersebut?

dr





 


1.    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR A1 PEMBUATAN LARUTAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA A1 MATERI DAN PERUBAHANNYA

LAPORAN PRAKTIKUM A1 KIMIA DASAR REAKSI PEMBATAS